Meluruskan Pandangan Berani...

Cerita dimulai ketika saya sedang ingin menonton futsal. Namun bukan pertandingan futsal biasa, karena ini pertandingan ini mempertemukan anak anak jurusan saya, jurusan hukum, dengan anak anak jurusan ekonomi. Pertandingan semakin intens karena ini adalah pertandingan final. Tentu saja gengsi untuk menang semakin besar. Apalagi karena ini futsal antar fakultas, jadi bisa lebih seru... Bisa saja saya ketika bertemu teman beda fakultas menyombongkan diri "eh fakultas gw menang futsal dong, fakultas lu apaan cupu", dan banter banter lain sebagainya.

Saya dan teman teman sefakultas yang tentu saja mendukung tim FH, datang ke lapangan futsal dan duduk menonton. Sampai ketika pertandingan dimulai, baru sorak sorak pendukung mulai terdengar. Pertandingan dimulai. Kami mulai melempar chants yang mendukung ke-lima-an (bukan kesebelasan, karena ini main futsal) FH. Sampai ketika chants chants yang tadinya mendukung, mulai berubah menjadi mengejek ejek tim lawan. Melempar caci dan maki bagi para pemain, wasit bahkan supporter tim Ekonomi. Tentu saja supporter lawan mulai membalas. Alhasil kami saling melempar chants, entah itu mendukung tim sendiri atau mengejek tim lawan...

Sampai suatu ketika, panitia (senior di tim futsal) ikut turun tangan karena supporter kami dianggap terlalu meng-intimidasi dan berkata kata kasar. Teman saya dinasihati oleh seorang panitia, namun ia membalasnya dengan nada yang membentak, tentu saja si panitia juga ikutan marah, namun tidak sampai adu jotos karena setelah ia hanya berteriak "WOI!!" ke teman saya, ia langsung pergi...

Meskipun demikian, kami tetap melanjutkan chants mengejek dan menghina, tak peduli meskipun panitia sudah menasihati bahkan sampai membentak. Mereka semua tidak takut pada panitia, mungkin karena mereka sepantaran...

Sampai ketika kami sudah mulai sangat gaduh dan kata kata semakin tidak bisa dikendalikan, kemudian salah satu alumni yang menonton pertandingan kami mulai berteriak. Ia marah marah dan berkata kasar pada kami sambil menasihati bahwa kami hanya memalukan nama fakultas dan dirinya (memalukan nama fakultas ternyata bahwa ada wakil dekan yang juga ikut menonton!!). Lantas kami semua langsung diam. SEMUA, TANPA KECUALI. Kemudian pertandingan berlanjut lagi. 

Hal yang saya ingin ungkapkan diatas bahwa ternyata kita semua (saya dan teman teman sefakultas) terlampau berani pada orang yang bahkan punya wewenang disana (panitia). Walaupun yang punya wewenang ternyata sepantaran dengan kita, yaitu mahasiswa, tetap saja merekalah yang mengatur jalannya pertandingan dan kompetisi. Tak ada mereka, tentu saja kompetisi ini tak terselenggara.

Kemudian teman saya yang membentak panitia, perlu saya beritahu bahwa ia sebenarnya MABA 2015, sama seperti saya, dan panitianya ini adalah mahasiswa senior angkatan 2012. Perbedaan usia yang tak terlampau jauh membuat teman saya berani membentaknya, padahal meskipun tak jauh, tetap saja si panitia lebih tua darinya dan teman saya ini haruslah menghormatinya dengan minta maaf, bukannya malah membentak.

Dewasa ini kita suka terlampau berani dan tak takut pada orang yang sebenarnya sepantaran dengan kita. Saking beraninya, bahkan sampai meremehkan dan 'ngelunjak'. Inilah yang sebenarnya harus kita hindari. Jangan sampai kita menjadi manusia seperti ini. Sebagai sesama, kita harusnya saling respect dan menghormati apapun keputusannya. Jangan karena si panitia sepantaran dengan kita lantas kita menjadi tak takut dengannya. Giliran ada orang yang lebih senior seperti alumni tadi saja baru kita takut. 

Kita tahu bahwa kita harus menghormati orang yang lebih tua. Hampir semua kelompok sosial mengajarkan hal tersebut. Entah keluarga, sekolah, sampai teman sekalipun (jika teman anda baik baik) pasti mereka tak lupa menanamkan nilai untuk menghormati orang tua. Namun beberapa lupa bahwa kita harus menghormati juga orang sepantaran, bahkan yang lebih muda dari kita. MENGHORMATI BUKAN BERARTI KITA TAKUT. Kita menghargai pendapatnya, kita bisa terima pendapatnya, kita tidak mengacuhkannya dan menganggap mereka setara dengan kita. Itu baru namanya respect. 

Saya pribadi juga respect terhadap orang yang lebih muda dan sepantaran dengan saya. Dalam sepakbola saya sangat mengagumi Gianluigi Donnaruma. Bagaimana bisa ia, di umurnya yang baru 16 tahun, bisa menjadi kiper utama untuk klub sebesar AC Milan? Ia baru menjalani 3 laga kompetitif bersama klub peraih 7 kali UCL tersebut, dan rekor kemenangannya mencapai 100% alias belum pernah kalah!! WOW menakjubkan, saya respect terhadapnya. Sementara saya di umur yang ke 16 tahun saja jangankan menjadi kiper profesional dan dibayar, menjadi pemain futsal di komplek saja saya masih cupu tulen alias cadangan abadi wkwkwk...

Atau bagaimana dengan Martin Odegaard?. di umurnya yang ke 18 tahun sudah bermain di klub sekelas Real Madrid dan dibayar 60.000 euro per pekan meskipun ia hanya bermain di Madrid Castilla. Gajinya bahkan melebihi Isco, gelandang peraih FIFA Golden Boy yang bermain untuk tim inti Madrid. Luar biasa bukan?

Mungkin jika anda bosan dengan contoh sepakbola, kita bisa beralih profesi. Anda mungkin kenal dengan Agnes Monica atau Bondan Prakoso yang sudah mulai menjadi presenter dan penyanyi bahkan ketika usianya masih SD. Tina Toon, Sherina atau Joshua juga begitu. Masing masing sekarang masih tenar, namun mereka dikenal dunia ketika masih seusia jagung atau sangat kecil. Saya mengagumi dan respect terhadap mereka.

Jika contoh dalam negeri kurang meyakinkan anda, kita bisa lihat di luar negri. Destiny Hope Cyrus atau Miley Cyrus sudah mulai merambah dunia film ketika umurnya masih 16 tahun. Jika anda sering menonton Hannah Montana. Anda sudah melihatnya berarti. Kini usianya sudah 22 tahun, ia menjadi penyanyi fenomenal yang dikenal dunia.

Selain Miley juga ada trio film Harry Potter yaitu Daniel Radcliff, Emma Watson dan Rupert Grint yang mulai merambah dunia perfilman ketika mereka masih sangat kecil. Kemudian ada Dakota Fanning, Taylor Lautner dan Demi Lovato yang sukses ketika usia mereka masih sangat belia. 

Masih butuh lebih banyak bukti? cari sendiri di google. Intinya bahwa belum tentu kita bisa lebih sukses dari teman sepantaran kita. Menjadi 'songong' dan 'ngelunjak' tidak serta merta membuat anda dicap berani oleh khalayak. Tentu saja kebanyakan orang songong dan ngelunjak itu hanya berani pada anda yang kelihatannya lebih lemah. Kebanyakan mereka itu aslinya adalah penakut dan punya banyak teman yang mendukungnya. Bukan hebat secara personal. 

Karena itu, hindarilah menjadi dan berurusan dengan orang macam ini. Hindari berurusan bukan berarti kalian takut. Hanya saja orang ngocol dan ngelunjak ini tidak selevel dengan kalian. Kalian hanya buang buang waktu dan tenaga berurusan dengan mereka dan temannya. Mereka hanya yakin jika kalian lebih gagal dari mereka. Padahal belum tentu. Jika kalian lebih sukses dari orang ini, jangan lupa untuk menasihati mereka ya. Biasanya manusia macam ini menjadikan kesuksesan sebagai tolak ukur paling   

Komentar

Postingan Populer