Opini Penulis : Sekolah Seharian Penuh?

Selamat malam. Kali ini penulis bakalan kasih opini tentang hal yang sedang marak di Indonesia. Baru-baru ini, menteri pendidikan yang baru, Bapak Dr. Muhadjir Effendy, Drs., M.Ap sedang giat giatnya mengusulkan ide untuk sistem pendidikan Indonesia yang baru. Ia membuat sistem Sekolah Sehari Penuh atau Full Day School. Dia berujar kalau rencana ini masih ide dan butuh dukungan dan beragam kritik serta saran dari masyarakat. Terutama orang tua yang anaknya masih bersekolah, mahasiswa, serta pelajar.

Bagaimanapun, rencana dari menteri baru ini menuai beragam pro dan kontra. Banyak yang setuju kalau hal ini akan membuat anak terhindar dari hal-hal yang buruk seperti tawuran, merokok, melihat hal-hal berbau dewasa, serta lain sebagainya. Tidak sedikit juga yang tak setuju karena sekolah sehari penuh, akan membuat anak menjadi cepat bosan akan pelajaran, jenuh, berkurang waktu bermain, yang hal ini akan memicu anak menjadi gemar bolos.

Lantas sebelum kita membuat kritik, bagaimana kalau kita ketahui lebih jauh tentang sistem full day school?.

Menteri Muhadjir dalam situs Kompas mengatakan, bahwa sistem Full Day School bukan berarti murid belajar seharian penuh. Mereka hanya belajar selama setengah hari, kemudian sisanya mereka akan belajar Ekstrakulikuler (Atau kemungkinan muatan lokal). Full Day School hanya sampai kira-kira jam 5 sore, atau kira-kira jam orang tua pulang kerja. Jadi orang tua dapat menjemput anak mereka sepulang sekolah.

Dalam situs Tempo juga beliau berujar, bahwa sistem sekolah full-day akan membantu sertifikasi guru yang mewajibkan mereka untuk mengajar selama 24 jam sehari. Penulis menganggap hal ini masuk akal, karena penulis dulu kenal seorang guru, dan beliau sepulang kerja dahulu, selalu mengajar di sekolah lain dengan menjadi "guru bantu". Hal ini semata-mata demi beliau mendapatkan sertifikasi.

Kita sudah mengetahui sistem kerja sekolah full day, kita juga tahu hal baik dan buruknya dari tulisan diatas. Lantas andaikata sistem ini terjadi, apa sih yang harus pemerintah lakukan agar sistem ini bekerja dengan baik. Berikut opini penulis.

1. Terapkan Ekskul Yang Semua Murid Sukai.

Murid murid SD serta SMP penulis yakin tidak semuanya suka basket, tidak semuanya suka futsal, voli, badminton dan lain sebagainya. Hanya saja, dalam kegiatan ekstrakulikuler, hampir semua sekolah hanya memfokuskan diri di pengembangan diri bidang olahraga. Pengembangan diri diluar hal olahraga (Tari, Nyanyi, Tarian Daerah, Drama, Fotografi, Debat dll) jarang dan bahkan tidak ada. Padahal, tidak semua murid berbakat dalam bidang olahraga. Penulis menyarankan, bahwa murid-murid dibolehkan untuk membuat ekstrakulikuler mereka sendiri. Tentunya dengan syarat, dukungan dan ijin pihak sekolah. Pihak sekolah juga harus membantu secara ikhlas tentang hal ini.

2. Terapkan Syarat Ketat Pada Sekolah-Sekolah Untuk Menerapkan Sistem Full Day School.

Tidak semua sekolah mempunyai kualitas yang setara. Satu sekolah dengan sekolah lain, bisa saja kualitasnya berbeda. Kualitas dalam pengertian bukan pendidikan. Namun lebih seperti "alat yang membantu proses belajar-mengajar" seperti meja, kursi, jumlah kelas, AC, perpustakaan, lab komputer, lab Fisika-Kimia, kantin, lapangan sekolah, lapangan olahraga, dan lain sebagainya. Tentu saja, kualitas satu sekolah dengan sekolah lain berbeda. Ada sekolah yang hanya punya kursi dan meja 180 misalkan, ada pula yang punya 500, ada yang punya 1000 siapa tahu. Pemerintah harus menerapkan "berapa batas minimum kursi dan meja yang ada untuk sekolah tersebut menerapkan sistem Full Day School". Atau dengan kata lain pemerintah membuat term and condition.

3. Terapkan Dahulu Kepada Sekolah di Jakarta.

Jakarta sebagai ibukota, tentunya harus menjadi pelopor. Lagipula cukup riskan andai hal ini langsung tersebar ke seluruh Indonesia. Karena sistem pendidikan di daerah pelosok, tentu tertinggal dari sistem pendidikan di daerah menengah ke atas seperti Jakarta. Jadi, lebih baik jika diterapkan dahulu kepada sekolah-sekolah di JaBoDeTaBek daripada langsung diterapkan ke seluruh Indonesia.

4. Tidak Ada PR.

Ini bisa jadi paling penting. Sistem belajar Full-Day membuat murid mempunyai lebih banyak waktu di sekolah. Tentunya sekolah harus menghapus sistem PR. Atau paling tidak, buatlah PR menjadi pekerjaan yang harus tuntas di sekolah. Karena siswa-siswi punya banyak waktu di sekolah, mereka tentunya harus menghabiskan waktu di sekolah untuk mengerjakan PR.

*

Penulis sebenarnya setuju dengan ide pak Menteri. Namun alangkah baiknya jika kita menerapkan ide lama yang sudah cocok dengan bangsa kita sedari dulu. Kurikulum 2013 memang mendapat 2 jempol dari masyarakat, namun tak sedikit juga yang kontra. Lantas bagaimana dengan ide yang bisa dibilang baru dan tidak pernah terpikir oleh masyarakat sama sekali?. Lagipula, daripada membuat program Sistem Sekolah Sehari Penuh, bukankah lebih baik pak Menteri mengusut program yang sudah dari dulu tak jadi-jadi?. Yang tentu saja mendapat dukungan masyarakat andai hal ini terlaksana. Seperti, Menghapus sistem UN contohnya? Eh....

Komentar

Postingan Populer