Revolusi City Dimulai Dari Yaya Toure

Semenjak saya masih kecil, saya hanya tahu 1 klub saja di kota Manchester, yaitu Manchester United. Mungkin ada banyak klub yang berpusat di kota pelabuhan Inggris ini, baik itu bermain di Premiere League, maupun liga-liga di bawahnya. Mungkin, jumlah klubnya bisa puluhan, namun saya hanya mengenal Manchester United.

Manchester United seolah tidak punya tim sekota yang bisa menandingi superioritasnya. Liverpool bisa punya Everton yang meskipun klub papan tengah, terkenal dengan julukan giant killer. Arsenal punya Tottenham Hotspur serta Chelsea yang merajalela semenjak Abramovic menginjakkan kakinya di London Barat. Manchester United? mereka adalah raja di kotanya sendiri. Kalaupun ada yang bisa meluluhlantakkan ke-superioritasan Manchester United, mungkin klub-klub besar dari kota lain seperti yang saya sebutkan di atas.

Namun, semenjak Syeikh Mansyour menanamkan uangnya di sebuah klub bernama Manchester City, semua berubah. Dibangun secara perlahan namun mantap, City mulai mencoba mengganggu dominasi United. Dibelinya pemain-pemain berkualitas dari seluruh penjuru dunia, mengontrak manajer bagus, mencari talenta-talenta muda nan berbakat di seluruh dunia, membangun infrastruktur klub, semuanya Syeikh Mansyour lakukan untuk merobohkan dominasi United di kotanya sendiri.

Sejujurnya revolusi itu sudah terlihat semenjak tahun 2011, kali pertama City menjuarai Piala FA setelah sekian lama. Yaya Toure, pemuda asal Pantai Gading yang dibeli dari Barcelona kala itu, menjadi seorang revolusioner yang membawa City menang atas United di semifinal Piala FA 2010-2011. Lebih sensasional bagi gelandang bernomor punggung 42 tersebut, ia juga yang mencetak gol di Final Piala FA.

2011-2012 menandai kebangkitan Manchester City setelah klub tersebut menjuarai Liga Premier Inggris setelah sekian lamanya juga. Berkat Yaya Toure, serta nama-nama lain seperti Aguero, Tevez, Kompany, Silva dll, City sudah memberi peringatan keras pada MU. Musuh sekota kalian sudah muncul. United tidak lagi mendominasi kota Manchester.

United mungkin memenangkan lagi gelar Liga Premiernya yang ke-20 pada musim selanjutnya, namun setelah itu, piala EPL tidak pernah lagi mampir ke Old Trafford. 2013-2014, City memenangkannya, 2014-2015 mampir ke Chelsea, 2015-2016 adalah kejutan karena Leicester berhasil memenangkan gelar Liga Premier Inggris, 2016-2017, Chelsea berhasil memenangkannya kembali, dan musim ini, City juga kembali merengkuh gelar juara liganya yang ke 5.

City menjadi seperti sekarang, sebagian besar adalah andil para pemain. Dan Yaya Toure adalah salah satu orang yang membuat City layaknya City yang sekarang. Klub yang selalu menjadi favorit juara liga setiap musimnya, serta tim yang layak disegani di Eropa.

Yaya Toure sudah menghabiskan 7 tahun masa baktinya di City, dan mulai musim depan, adik dari Kolo Toure tersebut tidak akan lagi mengenakan kostum bernomor punggung 42 dengan logo Manchester City di dada kirinya. Alasan beliau memutuskan pindah, konon katanya karena dirinya sudah tidak lagi menjadi bagian dari tim inti di Manchester City. Pep Guardiola, manajer City yang sekarang nampaknya enggan memasukkan Yaya di skema rencananya. Yaya yang pernah bekerjasama dengan Pep di Barcelona, mungkin paham maksud manajer klubnya tersebut.

Farewell, Yaya Toure. Jasamu di City akan selalu dikenang. Engkau adalah revolusioner yang berhasil meruntuhkan digdaya United di Manchester. Salah satu gelandang pekerja keras terbaik yang pernah dimiliki City. City tidak akan (semoga demikian) melupakanmu :)

Komentar

Postingan Populer